Satuan PUSKESAD

"Selalu Kompak dan Patuh"

Difteri
01 January 2017

Latar belakang

 

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh carier (pembawa kuman) juga melalui batuk dan bersin penderita.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak – anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.


Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Di
fhteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat PD3I. Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) (WHO 2015). Sebelum era vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh kuman ini sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan dapat menimbulkan kematian.

 

Pengertian

Penyakit Difteri adalah Infeksi bakteri yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan terkadang dapat mempengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius penyebab kematian.

 

Penyebab Difteri

Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae.  Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri. Ada sejumlah cara penularan yang perlu diwaspadai, seperti:

a.   Terhirup percikan ludah penderita di udara saat penderita bersin atau batuk. Ini merupakan cara penularan difteri yang paling  umum.

b.   Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, contohnya mainan atau handuk.

c.   Sentuhan langsung pada luka borok (ulkus) akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.

Bakteri difteri akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan, sehingga akhirnya menjadi sel mati. Sel-sel yang mati inilah yang akan membentuk membran (lapisan tipis) abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, racun yang dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, serta sistem saraf. Terkadang difteri bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun sehingga penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi. Apabila tidak menjalani pengobatan dengan tepat, mereka berpotensi menularkan penyakit ini kepada orang di sekitarnya, terutama mereka yang belum mendapatkan imunisasi.

Gejala Difteri

Difteri  umumnya  memiliki   masa   inkubasi   atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Gejala-gejala dari penyakit ini meliputi:

a.      Terbentuknya    lapisan   tipis   berwarna   abu - abu   yang  menutupi tenggorokan dan amandel.b.            Demam  38 º C dan menggigil.

c.      Sakit tenggorokan  dan nyeri saat makan

d.      Sulit bernapas atau napas yang cepat.

e.      Pembengkakan kelenjar limfe pada leher.

f.       Lemas dan lelah.

g.      Suara serak

h.      Pilek. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang bercampur darah.


Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan luka seperti borok (ulkus). Ulkus tersebut akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya akan meninggalkan bekas pada kulit.

Cara Penularannya :

Ditularkan melalui udara saat seorang penderita bersin atau batuk. Terdapat beberapa metode penularan lain yang juga perlu diwaspadai  yaitu :

·        Barang yang telah terkontaminasi oleh bakteri, misalnya mainan atau handuk

·        Sentuhan langsung pada bisul akibat difteri di kulit penderita.

·        Kontak langsung dengan hewan yang sudah terinfeksi.

·        Meminum susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.

·        Makanan yang terbuat dari susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.

 Pencegahan Difteri dengan Vaksinasi

a.   Imunisasi DPT sebanyak 3x pada anak di bawah usia satu tahun Langkah pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah  dengan vaksin. Pencegahan difteri tergabung dalam vaksin DPT pada anak. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus, dan pertusis atau batuk rejan.

b.   Saat berusia satu sampai lima  tahun mendapatkan  imunisasi 2x Vaksin DP termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia. Pemberian vaksin ini dilakukan 5 kali pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun. Selanjutnya dapat diberikan booster dengan vaksin sejenis pada usia 10 tahun dan 18 tahun. Vaksin Td (Tetanus Difteri) dapat diulangi setiap 10 tahun untuk memberikan perlindungan yang optimal.

c.   Pada siswa sekolah dasar, imunisasi ulang melalui program bulanan imunisasi anak sekolah (BIAS). Apabila imunisasi DTP terlambat diberikan, imunisasi  yang diberikan tidak akan mengulang dari awal. Bagi anak di bawah usia 7 tahun yang belum melakukan imunisasi DPT atau melakukan imunisasi yang tidak lengkap, masih dapat diberikan imunisasi kejaran dengan jadwal sesuai anjuran dokter anak Anda. Namun bagi mereka yang sudah berusia 7 tahun dan belum lengkap melakukan vaksin DPT, terdapat vaksin sejenis yang bernama TD (Tenatus Difteri)  untuk diberikan.

d.    Imunisasi ulang dilakukan setiap sepuluh tahun, termasuk orang dewasa.

e.   Apabila terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) disesuaikan dengan Program Outbreak Response Immunization (ORI) dan Kemkes RI dilaksanakan sebanyak 3 putaran dengan sasaran anak usia 1 - 19 tahun dengan interval  0-1-6 bulan, dengan ketentuan pemberian aksin adalah :

1)       DPT- HB-HIB  untuk anak usia 1 tahun sampai  5 tahun

2)       DT untuk anak usia 5 tahun sampai dengan < 7 tahun; dan

3)       TD untuk anak usia 7 tahun sampai dengan 19 tahun.

Perlindungan tersebut umumnya dapat melindungi anak terhadap difteri seumur hidup.

W  = Wajib Imunisasi Sesuai Program Pemerintah

A   = Awasi kondisi anak bila batuk pilek

S   = Sebisa mungkin tidak kontak dengan penderita tanpa Alat Pelindung Diri (APD)

P  =  Periksa ke pelayanan kesehatan

A  =  Antisipasi terjadi komplikasi terutama sesak nafas

D  =  Diobati sesuai petunjuk dokter

A  =  Asupan gizi dan kebersihan lingkungan ditingkatkan


Puskesad
PUSKESAD
Pusat Kesehatan Angkatan Darat
  Jalan Mayjen Soetoyo Cililitan Jakarta Timur
+62 (21) 809-0107